Minggu, 03 Januari 2010

Anak Bermain Harus Diawasi ???!!!


Daniel Yohanes, 4, tewas setelah jatuh dari lantai 4 Rumah Susun Petamburan, Jakarta Pusat. Bocah laki-laki itu jatuh diduga akibat terdorong temannya saat bermain bersama. "Dari keterangan saksi-saksi, anak itu sedang nungging di pembatas, lalu terdorong teman-temannya yang sedang bermain bersama," kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat, Komisaris Besar Hamidin Ajiamin, kepada VIVAnews, Minggu, 3 Januari 2009.” (http://metro.vivanews.com/news/read/118022-bocah_itu_terdorong_saat_bermain).

Berita tersebut yang hari ini disiarkan di berbagai stasiun televisi Indonesia mengingatkan pada beberapa peristiwa serupa sebelumnya. Seperti, beberapa hari yang lalu, ada anak yang meninggal karena menirukan aksi tarzan yang bergelayutan pada seutas tali di pohon, pohon tersebut berada di samping sebuah kolam yang cukup dalam untuk anak seusianya. Ia tenggelam karena tidak dapat berenang dan teman-temannya pun tidak dapat menolong karena alasan yang sama. Kemudian, kembali pada ingatan beberapa bulan atau tahun yang lalu, ada seorang anak yang meninggal pada saat bermain bersama dengan adik-adiknya. Anak itu menirukan adegan di televisi, ia menggantungkan diri dengan tali pada kayu di atap rumahnya.

Penyesalan yang mendalam akan dirasakan setiap orangtua jika anaknya mengalami peristiwa tersebut. Hal ini dapat dihindari dengan pengawasan dari orangtua dan orang dewasa yang berada di dekat sang anak. Kematian memang kehendak Allah yang tidak dapat dicegah datangnya. Akan tetapi, penyebab kematian anak karena kecelakaan seharusnya dapat dicegah

Perlu diketahui bahwa anak usia 4-7 tahun masih berada dalam subtahap intuitif dalam tahap preoperasional pada tahap perkembangan kognitif Piaget. Pada subtahap ini, anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Piaget menyebutnya sebagai tahap intuitif karena anak begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka. Akan tetapi, belum begitu sadar bagaimana mereka tahu apa yang mereka ketahui itu. Maksudnya, mereka mengatakan mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan pemikiran rasional.

Anak berusia 4 tahun mulai mengembangkan gagasannya sendiri tentang dunia dimana ia tinggal. Akan tetapi, gagasannya masih sederhana dan ia tidak begitu baik berpikir tentang sesuatu. Ia mengalami kesulitan memahami peristiwa-peristiwa yang ia tahu terjadi tetapi tidak dapat dilihat. Pemikiran fantasinya mengandung sedikit kemiripan dengan realitas. Ia belum dapat menjawab pertanyaan, “bagaimana kalau? Dengan cara yang bisa diandalkan. Misalnya, ia hanya memiliki gagasan yang samar-samar tentang apa yang terjadi jika mobil menabraknya. Ia juga mengalami kesulitan memahami lalu lintas, karena ia tidak dapat melakukan perhitungan mental yang penting untuk memperkirakan apakah mobil yang mendekat itu akan menabraknya bila ia menyebrang jalan (Goodman dalam Sandtrock, 1995).

Bermain adalah sesuatu yang sering dilakukan oleh anak-anak. Bahkan, bagi mereka tiada hari tanpa bermain. Akan tetapi, dalam proses bermain sendiri terdapat sesuatu yang mengancam keselamatan anak. Keterbatasan pemikiran anak itu sendiri yang membahayakannya. Anak memiliki keingintahuan yang besar tanpa tahu akibat dari apa yang dilakukannya. Anak adalah titipan dari Allah yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kita sebagai kakak, tante, om, orangtua ataupun tetangga, sebaiknya mengawasi jika seorang anak sedang bermain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar